
SUARA GEMILANG NUSANTARA
SAROLANGUN – Di tengah tuntutan efisiensi anggaran dan semangat transparansi birokrasi, publik Sarolangun dikejutkan oleh fakta mencengangkan: puluhan kendaraan dinas milik Pemerintah Kabupaten Sarolangun menunggak pajak selama bertahun-tahun. Ironisnya, kendaraan-kendaraan tersebut tergolong mewah dan masih digunakan dalam kegiatan dinas pemerintahan.
Data dari Samsat Jambi menunjukkan daftar kendaraan pelat merah BH SZ yang tercatat menunggak pajak. Nilai total tunggakan mencapai puluhan juta rupiah, menggambarkan lemahnya pengawasan serta dugaan pembiaran dari pihak terkait.
Berikut data mencolok dari kendaraan dinas yang menunggak:
BH 1 SZ – Toyota Land Cruiser Prado TXL 2.7 A/T (2013)
Terakhir Bayar: 2018 | Tunggakan: Rp25.258.500
BH 5 SZ – Toyota Fortuner 2.7 V A/T (2010)
Terakhir Bayar: 2012 | Tunggakan: Rp15.007.700
BH 4 SZ – Suzuki Grand Vitara JLX (2007)
Terakhir Bayar: 2014 | Tunggakan: Rp5.464.100
BH 8509 S – Nissan Frontier Double Cabin 2.5 M/T
Terakhir Bayar: 2022 | Tunggakan: Rp6.182.200
Lebih parah lagi, beberapa kendaraan bahkan tercatat tidak membayar pajak lebih dari satu dekade, seperti:
BH 3 SZ – Kijang Super Long (2003)
Terakhir Bayar: 2007 | Status: “Data kendaraan belum terdata”
BH 1021 SZ – Daihatsu Taft GT/F70 (1994)
Terakhir Bayar: 2006 | Tunggakan: Rp3.659.900
BH 12 SZ – Mitsubishi Kuda (2005)
Terakhir Bayar: 2011 | Tunggakan: Rp5.425.700
Dikonfirmasi via WhatsApp, H. Kasiyadi, salah satu pejabat Pemkab Sarolangun, mengakui bahwa biaya pemeliharaan dan pajak menjadi tanggung jawab pengguna kendaraan:
“Biaya pemeliharaan termasuk pajak menjadi tanggung jawab pemakai kendaraan dinas dan sudah dianggarkan pada masing-masing OPD, baik kendaraan tersebut dibeli sendiri maupun limpahan dari OPD lain.”
“Iya itu limpahan dari Sekretariat Daerah, daripada nganggur di gudang pool, jadi kami perbaiki. Pajak belum dibayar, nunggu di PAPBD 2025.” Pungkasnya, Rabu, 25 Juni 2025.
Pernyataan ini semakin menguatkan dugaan bahwa pengelolaan aset kendaraan dinas tidak terstruktur dan minim pengawasan.
Saat rakyat diwajibkan taat pajak, justru instansi pemerintah menjadi contoh buruk dalam kepatuhan fiskal. Padahal, dana pajak digunakan untuk pembangunan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Ketika kendaraan dinas justru menjadi beban akibat kelalaian bayar pajak, publik berhak mempertanyakan integritas pengelolaan anggaran daerah.
Desakan Publik dan Tuntutan Transparansi.
Menyikapi hal ini, masyarakat menuntut:
BPKAD Sarolangun segera membuka data lengkap kendaraan dinas yang menunggak.
Inspektorat Daerah melakukan audit menyeluruh terhadap aset dan penggunaannya.
DPRD Sarolangun wajib turun tangan dan tidak menjadi “penonton diam” dalam skandal ini.
Penegasan Hukum: UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menegaskan, pajak kendaraan bermotor adalah sumber utama PAD (Pendapatan Asli Daerah). Ketika pejabat pemerintah justru abai terhadap kewajiban ini, maka keteladanan dan akuntabilitas birokrasi dipertaruhkan.
Skandal ini bukan sekadar soal angka, tapi cermin bobroknya manajemen aset dan tanggung jawab publik di tubuh pemerintahan Sarolangun.
(4091)