
SUARA GEMILANG NUSANTARA
Sarolangun — Fakta memalukan kembali mencoreng wajah Pemerintah Kabupaten Sarolangun. Investigasi awak media menemukan sembilan unit mobil dinas milik Pemkab kini hanya tinggal kerangka di gudang pool kendaraan dinas. Besi-besi berkarat, bodi keropos, dan ban lapuk menjadi saksi bisu pembiaran bertahun-tahun tanpa perawatan.
Kendaraan tersebut tidak hanya mangkrak, tetapi juga pajak tahunannya mati sejak bertahun-tahun lalu. Artinya, selain tak berfungsi, kendaraan ini juga menjadi beban administrasi bagi pemerintah daerah dan bukti nyata pemborosan anggaran.
Berdasarkan penelusuran di lapangan, mobil-mobil tersebut awalnya digunakan oleh beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Sarolangun. Namun, sejak mengalami kerusakan ringan, tidak ada perbaikan berarti. Lama-kelamaan, kendaraan itu ditarik ke gudang pool, dibiarkan di ruang terbuka hingga cuaca dan waktu menggerogoti habis kondisinya.
“Kalau dihitung, nilai pengadaannya dulu miliaran rupiah. Sekarang? Tinggal besi tua,” ujar salah satu warga yang kerap melintas di area gudang.
Kondisi ini menyorot langsung kinerja Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sarolangun. Sebagai instansi yang memegang kendali pengelolaan aset, BPKAD dianggap lalai dan tidak punya langkah tegas.
Tidak ada proses pemanfaatan kembali, tidak ada pelelangan barang rusak, bahkan tidak ada penghapusan dari daftar aset daerah. Akibatnya, kendaraan itu bukan hanya hilang fungsinya, tetapi juga menambah catatan kerugian daerah secara terus-menerus.
“Pembiaran aset seperti ini melanggar prinsip pengelolaan barang milik daerah yang diatur dalam Permendagri Nomor 19 Tahun 2016. Setiap barang yang rusak berat harus segera dihapus atau dimanfaatkan kembali. Kalau dibiarkan, ini masuk kategori kelalaian yang bisa berujung pada temuan BPK,” tegas seorang pemerhati kebijakan publik.
Jika merujuk pada harga pengadaan saat awal pembelian, kerugian yang dialami daerah bisa mencapai miliaran rupiah. Terlebih, pembiaran aset hingga hancur dan pajak mati berpotensi menimbulkan masalah hukum karena tidak sesuai asas efisiensi dan akuntabilitas penggunaan anggaran.
Praktik seperti ini dinilai sebagai bentuk pemborosan anggaran dan penyalahgunaan kewenangan secara tidak langsung, yang seharusnya menjadi atensi serius Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) maupun aparat penegak hukum.
Masyarakat Sarolangun kini menunggu langkah nyata Pemkab untuk mengusut dan memperbaiki tata kelola aset. Apakah BPKAD akan bertanggung jawab dan mengambil tindakan, atau kasus ini akan menjadi catatan kelam lain yang hilang ditelan waktu.
Bagi publik, 9 mobil dinas yang kini tinggal tengkorak itu bukan sekadar besi tua — itu adalah simbol kebocoran uang rakyat yang seharusnya tidak terjadi.
(Yogi)