
SUARA GEMILANG NUSANTARA
Sarolangun — Dugaan pelanggaran berat dalam penerbitan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Karisna Duta Agrindo (KDA), anak perusahaan Grup Sinarmas, kembali mencuat di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.
Hingga kini, sejak perusahaan mulai beroperasi pada tahun 1997, tanah masyarakat di Desa Kasang Melintang dan Desa Pangkal Bulian belum pernah mendapat ganti rugi maupun melalui proses pelepasan hak yang sah.
Berdasarkan data lapangan, luas tanah masyarakat yang belum diganti rugi mencapai sekitar 160 hektar di Desa Kasang Melintang dan 122 hektar di Desa Pangkal Bulian.
Seluruh areal tersebut kini telah masuk ke dalam peta HGU PT Karisna Duta Agrindo (KDA) yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sarolangun.
Warga menilai, BPN Sarolangun harus bertanggung jawab penuh atas penerbitan HGU tersebut, karena dilakukan tanpa dasar hukum yang sah.
Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021, HGU hanya dapat diberikan di atas tanah negara, bukan di atas tanah masyarakat yang belum dilakukan ganti rugi dan pelepasan hak secara resmi.
“Sejak 1997, PT Karisna Duta Agrindo membuka lahan tanpa sepeser pun ganti rugi kepada masyarakat. Anehnya, BPN bisa menerbitkan HGU di atas tanah kami yang masih sah milik warga. Ini pelanggaran berat dan harus diselidiki,” ujar salah satu tokoh masyarakat Desa Kasang Melintang, Senin (6/10/2025).
Warga menyebut, tidak ada satu pun dokumen resmi pelepasan hak atau berita acara ganti rugi yang pernah ditandatangani masyarakat.
Namun, sertifikat HGU atas nama PT Karisna Duta Agrindo tetap diterbitkan, sebuah praktik yang oleh para ahli hukum disebut cacat administrasi dan melanggar hukum pertanahan.
Menurut pengamat hukum agraria, penerbitan HGU tanpa pelepasan hak masyarakat dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan wewenang, sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Jika ditemukan unsur pemalsuan atau manipulasi dokumen, kasus ini juga dapat masuk ranah pidana, sesuai Pasal 263 dan Pasal 385 KUHP.
“BPN tidak boleh menerbitkan HGU tanpa bukti pelepasan hak dari masyarakat. Tanpa ganti rugi dan dokumen resmi, HGU tersebut batal demi hukum dan menjadi obyek gugatan di PTUN,” tegas seorang pemerhati hukum pertanahan di Jambi.
Masyarakat kini menuntut agar Kementerian ATR/BPN Pusat segera melakukan audit menyeluruh dan peninjauan ulang HGU PT Karisna Duta Agrindo, serta memerintahkan pembatalan sertifikat HGU yang dinilai merampas hak warga.
Selain itu, warga juga mendesak Presiden RI dan Komisi II DPR RI untuk turun tangan membuka penyelidikan nasional terhadap praktik penerbitan HGU tanpa ganti rugi oleh Grup Sinarmas di Provinsi Jambi.
“Selama hampir tiga puluh tahun kami ditindas tanpa keadilan. Tanah ini milik nenek moyang kami, bukan milik korporasi. Negara harus hadir menegakkan kebenaran,” ujar perwakilan warga Desa Pangkal Bulian.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Karisna Duta Agrindo (KDA) maupun perwakilan Grup Sinarmas belum memberikan tanggapan resmi terkait tuduhan warga dan dugaan pelanggaran HGU tersebut.
Upaya konfirmasi telah dilakukan melalui pesan tertulis dan panggilan telepon ke perwakilan perusahaan, namun belum direspons hingga berita ini tayang.
Sementara itu, pihak BPN Kabupaten Sarolangun juga belum memberikan keterangan resmi atas dugaan penerbitan HGU di atas tanah masyarakat.
Adapun Pemerintah Kabupaten Sarolangun menyatakan akan mempelajari lebih lanjut persoalan tersebut dan mendorong penyelesaian sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Kasus ini menjadi cermin kelam tata kelola agraria di daerah, dan jika dibiarkan, bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap negara sebagai pelindung hak rakyat atas tanah.
(4091)